Dec 022009
 

Perkenalkan, ia adalah seorang manusia biasa. Ia bukanlah pejabat, bukan orang yang berpengaruh, bukan pula seorang ulama’. Ia hanya salah seorang yang pernah mendengar sebuah hadist nabi :
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan.” Muttafaq Alaihi.
Dari Sahl bin Hunaif ra. Bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda: “Barangsiapa yang benar-benar minta kepada Allah Ta’ala untuk mati syahid, maka Allah akan menyampaikannya ke tingkatan orang-orang yang mati syahid, walaupun ia meninggal di atas tempat tidurnya.” (Muslim)
Maka ia selalu memohon kepada Allah agar menjadi salah satu syuhada’. Ia benar-benar ingin mencapai derajat itu. Ia tidak hanya ngomong “ingin” saja, tapi ia memang benar-benar menginginkan hal ini. Ia tidak hanya memohon tanpa tindakan, ia memohon kepada Allah, kemudian ia persiapkan diri untuk menghadapi hal ini. Pernah suatu ketika, ia mendapatkan pengajaran dari salah seorang gurunya yang pernah berjihad di afghanistan. Sang guru berkata bahwa “Jihad itu sangat berat. Di sana seseorang benar-benar mendapat tekanan fisik dan mental yang sangat luar biasa. Ia juga berkata bahwa berperang itu menguras tenaga dan harta. Berjihad itu tidak murah!! Omong kosong kalau seseorang yang tidak punya banyak bekal ia ingin berangkat ke medan jihad entah itu irak, palestine, afghanistan, atau medan jihad di dalam negeri. Yang ada, di sana ia malah menjadi beban saja! Kalian sering menabung untuk haji, menabung untuk beli rumah, menabung untuk menikah, tapi saya yakin kalian belum pernah menabung untuk berjihad!!” itulah kira-kira yang sang guru katakan… Ia menganggukkan kepala, sambil berfikir…”benar juga ya??”
Ia juga agak heran dengan teman-temannya yang selalu menggembar-gemborkan kata jihad. Mereka memiliki jaket dengan tulisan “isy kariman au mut syahidan” atau stiker-stiker “be a good muslim or die as syuhada” atau semboyan “hidup mulia atau mati syahid” tapi ketika ditanya tentang tabungan jihad atau dana yang ia siapkan untuk jihad dan persiapan untuk menyongsong jihad, mereka hanya senyum sambil geleng-geleng kepala… aneh…
Ia juga sering merenung, bersedih hati kepada dirinya sendiri. Ia sering berkata “kira-kira, kalau memang panggilan untuk jihad benar-benar datang, saya menyambutnya atau saya hanya berdiam diri???” “apakah saya hanya bisa menangis ketika saudara-saudara saya di negeri muslim dibantai oleh orang kafir?!” akhirnya, ia hanya bisa mempersiapkan diri sambil memohon kepada Allah agar memberi keteguhan hati kepada para saudaranya yang telah mendahuluinya untuk berjihad. Ia juga memohon agar Allah tidak menjadikannya sebagai orang munafik, orang yang mendapat murka Allah, orang yang lari ketika perang ada di depan mata. Ia memohon kepada Allah agar diberi keteguhan hati untuk mau berjihad jika sudah tiba saat bagi dia untuk berjihad….
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.( Al-Anfaal:15-16)

Sorry, the comment form is closed at this time.