Dec 022009
 

Ini adalah sebuah dongeng tentang pengalaman seorang pemuda yang hampir berusia se-perlima abad. Tidak akan kita sebut namanya disini. Ia menuntut ilmu di sebuah universitas negeri di Yogyakarta. Karena jarak rumah ke jogja memakan waktu sekitar 1,5-2 jam perjalanan darat, ia harus mencari tempat tinggal sementara di Jogja. Akhirnya ia tinggal disebuah asrama islami yang berjarak hanya kurang lebih 100 meter dari fakultas tempat ia belajar.
Di asrama ini ia menemukan sebuah kehangatan kekeluargaan yang berlandaskan keimanan, berlandaskan persaudaraan. Asrama ini adalah asrama yang menyenangkan, asrama yang penuh kebaikan. Tidak hanya itu, asrama ini juga penuh canda dan tawa, benar-benar asrama yang indah… Sering ia melihat kamar-kamar dengan pintu terbuka namun ditinggal pergi oleh pemiliknya. Tidak ada rasa kekhawatiran akan barang yang hilang. Karena semua didasarkan pada rasa saling percaya.
Namun, dibalik itu semua, ada dua kejadian penting yang tidak bisa ia lupakan. sebuah pelajaran yang amat berharga. Sebuah kasus yang terjadi karena ada salah seorang penghuni asrama yang sudah terjebak dalam gaya hidup yang salah. Hari itu, sekitar pukul 2 dini hari, sekitar 5 bulan setelah ia masuk asrama. Seluruh penghuni asrama dikumpulkan di ruang serba guna yang tepat berada di samping kamarnya. Di ruangan ini Fulan dipaksa untuk mengakui seluruh perbuatannya… si Fulan menyebutkan satu persatu barang yang telah ia curi dari teman-teman asrama. Mulai dari HP, uang tunai, hingga kartu atm. Dia tidak percaya dengan semua pengakuan itu, meski perkataan itu keluar langsung dari mulut si Fulan, sang PENCURI. Ia tidak percaya karena selama ini ia mengenal Fulan sebagai seorang sosok yang ramah dan baik hati. Tidak nampak sama sekali watak pencuri dalam diri Fulan.
Malam itu Fulan mendapat hukuman yang sangat ringan menurut si dia. Fulan dihukum oleh penghuni asrama dengan memukuli kedua tangannya sebanyak 3 kali untuk setiap warga asrama. Tangan Fulan dipukul menggunakan sebuah silinder plastik yang cukup keras. Dia mengatakan ringan karena hal itu jauh lebih ringan dibanding hukuman potong tangan yang seharusnya di ‘hadiahkan’ pada Fulan, meskipun pada malam itu tangan Fulan berdarah dan banyak luka lecet yang cukup dalam.
Namun demikian, warga asrama memaafkan perbuatan Fulan. Mereka memutuskan untuk tetap menjaga hubungan dengan Fulan. Karena mereka pikir, bagaimana pun juga, ia tetap seorang saudara seiman. Hari berganti hari, kejadian itu sedikit demi sedikit telah berusaha dilupakan, uang ganti rugi pun juga dibayar walau dengan cicilan…
Akan tetapi, 4 atau 5 bulan setelah kejadian itu, penghuni asrama kembali dibuat jengkel. Sepeda kayuh, hp, handycam dan uang seratus ribu kembali hilang…. Penghuni asrama pun mulai menaruh persangkaan kepada si Fulan. Mereka mulai jengkel pada tingkah fulan… Setelah bukti-bukti terkumpul, kembali Fulan diinterogasi beramai-ramai. Kali ini Fulan diinterogasi di kamarnya sendiri. Fulan sempat mengelak dari tuduhan-tuduhan yang ditujukan pada Fulan. Bahkan Fulan tidak segan untuk bersumpah palsu atas nama Allah. Satu kalimat yang membuat si dia sakit hati : “benar akh, demi Allah saya tidak mencurinya” Benar-benar kalimat yang menyakitkan hati, Fulan tega menjual keimanan hanya untuk sebuah harta yang sedikit jumlahnya. Fulan berani membawa nama Allah, bersumpah atas nama Allah demi menutupi kejahatan yang telah Fulan lakukan.
Si dia tidak ikut memukuli si Fulan, si dia hanya menyaksikan saudara-saudaranya memukuli tubuh Fulan dengan pukulan-pukulan yang menurut ia terlalu ringan. Ia pikir, ‘hah, untuk apa memukuli orang seperti itu… cuma mengotori tangan!! Toh dia sudah ‘diurus’ oleh yang lain…’ Setelah diancam akan dilaporkan polisi, akhirnya Fulan mengaku juga… bahwa Fulan telah MENCURI barang-barang itu. Fulan kemudian ditanyai untuk apa Fulan mencuri… Fulan menjawab untuk mentraktir pacar Fulan… Na’udzubillah…Jadi uang hasil curian itu hanya dipakai untuk pacaran!!! Perbuatan haram untuk mendukung perbuatan haram pula??!!!! si dia menjadi benar-benar ingin memukul wajah Fulan… yang ada di hati si dia kini hanyalah kemarahan…
Orang tua Fulan telah dihubungi, mereka diberi dua pilihan oleh warga asrama, bawa anak anda keluar dari jogja, demi kebaikan anak anda, atau jika bersikeras untuk tetap menyekolahkan Fulan di jogja, maka warga asrama akan mengangkat kasus ini ke pihak yang berwajib!! Kedua pilihan ini memang sulit, namun bagaimana lagi… ini semua demi kebaikan diri Fulan sendiri… dan untuk sementara ini, sambil menunggu keputusan orang tua Fulan, warga asrama sepakat untuk mengucilkan Fulan. Ini adalah sesuatu yang tidak dilarang dalam islam, karena Nabi pernah melakukan hal serupa ketika ada sahabat yang tidak ikut berperang tanpa alasan yang bisa dibenarkan…
Kasus ini tidak akan diceritakan oleh si dia secara mendetail, dia hanya ingin menyampaikan sebuah kasus dengan pelajaran atau hikmah yang sangat berharga. Sebuah pengalaman langka yang ia alami, pengalaman yang sangat ‘indah’.
Bahwa, pertama, kita harus berhati-hati dalam memilih sebuah gaya hidup, sebuah pergaulan, dan yang terbaik adalah dengan meneladani Rasulullah. Kedua, mungkin atau bukan mustahil jika musuh kita adalah orang terdekat kita. Ketiga, serapi apapun kejahatan disembunyikan, lama kelamaan akan terungkap juga. Keempat, jangan pernah bersumpah palsu dengan menyebut nama Allah!!! Karena hal itu akan membuat kita celaka di dunia dan di akhirat. Kemudian yang kelima, benarlah jika dikatakan bahwa wanita adalah salah satu pembawa fitnah di dunia.

Sorry, the comment form is closed at this time.