Hidup Zuhud Sang Gubernur

 Islami  Comments Off on Hidup Zuhud Sang Gubernur
May 112011
 

Khalifah Umar bin Khattab mengangkat Said bin Amir menjadi gubernur di Provinsi Himash. Ia pun datang menghadap khalifah bersama satu delegasi dari provinsi tersebut. Umar meminta mereka menuliskan daftar fakir miskin dari Himash yang berhak diberi bantuan dari kas negara. Umar heran karena di antara nama yang ditulis terdapat nama Said bin Amir. “Siapa Said bin Amir ini?” tanya Umar. “Gubernur kami,” jawab mereka. “Apakah gubernur kalian fakir?” selidik Umar. Mereka membenarkan, “Demi Allah, kami jadi saksi.” Umar menangis, kemudian memasukkan seribu dinar ke dalam sebuah kantong dan meminta mereka menyerahkannya kepada sang gubernur.

Menerima sekantong uang berisi seribu dinar, Said langsung membaca: Inna lillahi wa inna ilaihi raji\’un, seolah satu musibah besar menimpanya. Istri gubernur bertanya: “Apa yang terjadi? Apakah Amirul Mukminin wafat?” “Lebih besar dari itu,” jawab Said. “Telah datang dunia kepadaku untuk merusak akhiratku.” “Bebaskan dirimu dari malapetaka itu,” saran istrinya, tanpa mengetahui bahwa malapetaka itu adalah uang seribu dinar. Said bertanya: “Apakah kamu mau membantuku?” Istrinya mengangguk. Ia meminta istrinya untuk segera membagikan seribu dinar itu untuk fakir miskin, tanpa sisa untuk keluarganya.

Sekian lama berlalu, Umar mengunjungi Said bin Amir. Sudah menjadi kebiasaannya, jika berkunjung ke suatu provinsi, mengadakan dialog terbuka antara masyarakat, gubernur, dan dirinya sendiri. Dialog tersebut bertujuan untuk mengetahui langsung aspirasi masyarakat dan keluhan mereka terhadap pelayanan gubernur. Ada tiga keluhan masyarakat terhadap sang gubernur. Setiap keluhan disampaikan, Umar meminta Said menjawabnya.
Continue reading »

May 112011
 

“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Siapa saja yang mengulur (memanjangkan) pakaiannya (celana, sarung atau jubah, red.) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan memandangnya (dengan pandangan rahmat) pada hari Kiamat.” Abu Bakar rasiyallallahu ‘anhu berkata, “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Sesungguhnya salah satu sisi dari kain sarungku turun (kadangkala melebihi mata kaki, red.), hanya saja aku berusaha menjaganya (supaya tidak turun melebihi mata kaki, red.). Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya dengan kesombongan.’”

TAKHRIJ HADIST:

Hadits ini diriwayatkan oleh sejumlah Ulama ahli hadits, di antaranya:

1. Imam al-bukhari rahimahullah dalam Jami’us Shahih 10/254 no.5784

2. Imam Abu Dawud rahimahullah dalam sunan Abi Dawud 4/56-57 no. 4085

3. Imam an-Nasa’i rahimahullah dalam al-Mujtabaa 8/206

4. Imam al-Humaidi rahimahullah dalam Musnad 2/288 no.649

5. Imam Ibnu Hibban rahimahullah dalam Shahihnya dan lain-lain.

PEMAHAMAN YANG BENAR TERHADAP HADITS:

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa saja yang mengulurkan” pada asalnya mencakup laki-laki dan perempuan dalam masalah ancaman hukuman yang disebutkan dalam hadits tersebut. Hal itu sebagaimana yang telah difahami oleh Umu Salamah (istri Nabi) radiyallahu ‘anha, dalam hadits Ibnu ‘Umar radiyallahu ‘anhuma.

Lalu apa yang harus diperbuat oleh wanita dengan ujung pakaiannya (bagian bawahnya)? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “hendaklah mereka menurunkannya satu jengkal.” Umu Salamah radiyallahu ‘anha berkata, Jadi terbuka (terlihat) kakinya?” Beliau berkata, “Julurkanlah satu depa, dan jangan lebih dari itu.”

Para Ulama telah ijma’ (sepakat) tentang bolehnya isbal bagi wanita, sebagaimana telah disebutkan. Jadi kesimpulannya bahwa ancaman ini berlaku hanya bagi laki-laki saja.

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah tidak memandangnya” maknanya adalah memandang secara hakikat (benar-benar memandang), sebagaimana yang difahami oleh madzhab salaf (ulama terdahulu).

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya salah satu sisi dari kain sarungku turun (kadangkala melebihi mata kaki, red)”, maksudnya salah satu bagian/sisi dari sarungnya turun, hal itu dikarenakan tubuh Abu Bakar radiyallahu ‘anhu yang kurus.

Sabda shallallahu ‘alaihi wasallam beliau, “Sesungguhnya kain sarungku kadang-kadang turun” riwayat ini menunjukkan bahwa beliau tidak memakai sarung seperti ini (turun melewati mata kaki), akan tetapi sarungnya itu yang turun dengan sendirinya. Oleh sebab itu Abu Bakar radiyallahu ‘anhu berkata, “Hanya saja aku berusaha menjaga hal itu darinya,”maksudnya menjaga agar tidak turun melewati mata kaki, ketika aku lalai.”

Abu Thayyib rahimahullah mengatakan tentang makna perkataan Abu Bakar radiyallahu ‘anhu, bahwasanya salah satu sisi dari sarung beliau turun apabila beliau bergerak untuk berjalan dan selainnya tanpa disengaja. Apabila beliau adalah orang yang menjaga pakaiannya (supaya tidak turun), maka pakaian beliau tidak pernah turun pada hakekatnya, karena setiap kali hampir turun (menjulur melebihi mata kaki) beliau menariknya keatas.”

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya dengan kesombongan.” Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dalam riwayat Zaid bin Arqam radiyallahu ‘anhu ‘Engkau bukan bagian dari mereka’ di dalamnya ada penjelasan bahwa barang siapa yang sarungnya (atau celananya) menjulur kebawah (melebihi mata kaki) tanpa disengaja tidak mengapa secara mutlak.”

Dan adapun Isbal (memanjangkan celana/ sarung melebihi mata kaki) tanpa disertai kesombongan adalah haram, ditinjau dari beberapa segi:

1. Sisi yang pertama, Ancaman Neraka bagi orang yang menjulurkan pakaiannya melebihi mata kaki (Isbal), walaupun tidak disertai sikap sombong. Sebagaimana hadits-hadits berikut ini

Continue reading »

Penyimpangan Akidah, Sebab dan Solusinya

 Islami  Comments Off on Penyimpangan Akidah, Sebab dan Solusinya
May 112011
 

Semua orang yang berakal sehat tentu sepakat kalau penyimpangan terhadap hal apapun adalah sesuatu yang negatif dan tidak dapat dibenarkan. Apalagi kalau penyimpangan tersebut terjadi terhadap hal-hal yang prinsip seperti penyimpangan terhadap akidah (baca: akidah Islam yang benar, pen.)

Di negri kita penyimpangan akidah bukanlah persoalan dan kasus baru yang kita jumpai. Bahkan ia telah ada sejak negri ini merebut kemerdekaannya dan terbebas dari belenggu penjajahan. Seperti masuknya faham dan ajaran (komunis atheis) yang disisipkan oleh partai yang saat itu legal bahkan sempat memiliki masa yang cukup diperhitungkan (baca: PKI, pen.). Tapi tampaknya penyimpangan terhadap akidah akan terus berlangsung sampai kapan pun dalam negri kita, bahkan ia akan menjadi persoalan atau kasus yang akhirnya dianggap biasa dan sah-sah saja, hingga tidak peduli jika mereka atau keluarga mereka sendiri telah masuk dan terjerumus ke dalam lembah kesesatan tersebut. Dan belakangan ini kita saksikan banyak sekali bermunculan aliran-aliran sesat dan menyesatkan yang sangat meresahkan umat dan menodai ajaran Islam serta merusak akidah yang benar, seperti kasus nabi palsu; Lia Eden, al-Qiyadah al-Islamiyah, dan baru-baru ini kasus lama yang muncul kembali yakni kasus kelompok dan ajaran sesat Ahmadiyah yang menimbulkan pro-kontra di antara umat Islam bahkan sampai menyebabkan terjadinya insiden Monas yang sangat miris dan sangat disayangkan karena faktanya pertikaian yang terjadi adalah antara umat Islam itu sendiri. Padahal faham dan ajaran yang dianut oleh kelompok ini jelas-jelas telah menodai ajaran Islam dan menyimpang dari akidah Islam yang benar, tapi anehnya masih saja ada sebagian umat Islam dan tokoh-tokoh Islam yang turut membela dan memperjuangkannya. -Allah yahdihim- dan ironisnya ternyata sebagian umat Islam/ ormas Islam yang mendukung aksi penolakan dibubarkannya Ahmadiyah disinyalir mendapat sokongan dana dari agen yahudi (yang membawa misi zionisme).

Perlu kita ketahui bahwa penyimpangan terhadap akidah dalam Islam merupakan persoalan yang sangat besar dan tidak dapat dianggap sepele karena dapat menyebabkan para pelakunya dan orang-orang yang mendukung berlangsungnya penyimpangan terhadapnya keluar dari agama Islam itu sendiri (baca: murtad, pen.).

Akidah (baca: Akidah yang shahih, pen.) dalam Islam merupakan perkara yang sangat menentukan kehidupan dan kebahagian seseorang di dunia dan terlebih di akhirat kelak. Karena Akidah yang shahih merupakan landasan/ asas agama Islam dan menjadi syarat mutlak sah dan diterimanya amal yang dilakukan oleh seorang muslim. Dan manusia tanpa akidah yang benar akan selalu dihantui dan menjadi mangsa keragu-raguan yang akan menutup pandangannya untuk menggapai kebahagian hidup yang hakiki dan sebaliknya dia akan menjalani kehidupan yang sempit lagi menyiksa meskipun ia hidup bergelimangan harta dan memiliki fasilitas-fasilitas hidup yang serba mewah.

Hal ini menunjukkan betapa penting dan wajibnya bagi setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajari hal-hal tentang akidah yang shahih. Dan juga tak kalah pentingnya bagi mereka perlunya mengetahui sebab-sebab yang menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam penyimpangan akidah yang benar tersebut dan bagaimana cara menanggulanginya.
Continue reading »

MENGAPA HARUS DIMULAI DARI AQIDAH

 Islami  Comments Off on MENGAPA HARUS DIMULAI DARI AQIDAH
May 112011
 

Setiap bangunan memiliki pondasi, dan pondasi agama ini adalah aqidah tauhid yang murni. Bila aqidah sudah benar, maka yang lainnya hanya mengikuti saja. Sebaliknya, bila rusak, maka rusaklah seluruh amalan.

Pembicaraan tentang aqidah dan urgensinya adalah sesuatu yang lebih penting dari setiap yang terpenting. Hal ini karena beberapa sebab:

1. Karena Ia Adalah Tugas Pertama Setiap Nabi dan Rasul

Allah subhanahu wata،¦ala berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ،§Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Taghut.،¨ (QS.an-Nahl:36)

Ia juga adalah Dien yang Allah subhanahu wata،¦ala ridhai bagi para hamba-Nya sebagai mana firman-Nya, artinya,
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia.” (QS.al- An،¦am:153)

2. Karena Ia Merupakan Hak Allah subhanahu wata،¦ala Yang Diwajibkan-Nya Atas Para Hamba-Nya

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallam, “Hak Allah atas para hamba adalah bahwa hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu pun.” (HR.al-Bukhari)

3. Karena Ia Merupakan Jalan Keselamatan Dari Neraka

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan, ،§La ilaha illallah, yang ia hanya berharap keridhaan Allah.” (HR.Muslim)

4. Karena Ia Merupakan Hal Pertama Yang Wajib Didakwahkan

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallam, “Hendaklah hal pertama yang kamu dakwahkan kepada mereka, persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Hingga mereka menauhidkan Allah.” (HR. al-Bukhari).

Ia adalah Millah Nabi Ibrahim alaihissalam yang Allah subhanahu wata،¦ala sebutkan dalam firman-Nya, artinya,
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ،§Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.،¨ Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang memper sekutukan Tuhan.،¨ (QS. an-Nahl:123)
Continue reading »

MAKNA dan PERAN AQIDAH dalam ISLAM

 Islami  Comments Off on MAKNA dan PERAN AQIDAH dalam ISLAM
May 112011
 

Definisi Aqidah

Aqidah secara etimologi dari asal kata ’aqada – ya’qidu yang bermakna mengikat sesuatu, jika seseorang mengatakan (aku ber’itiqad begini) artinya: saya mengikat hati dan dhamir terhadap hal tersebut. Dengan demikian kata aqidah secara terminologi bermakna : sesuatu yang diyakini sesorang, diimaninya dan dibenarkan dengan hatinya baik hak ataupun batil.

Sedangkan makna aqidah ditinjau dari pengertian syariat Islam adalah beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, para malaikat-Nya, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya beriman kepada hari akhir dan taqdir (ketentuan) Allah yang baik maupun buruk.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya dan kitab yang diturunkan kepda Rasul-Nya dan kitab yang diturunkan sebelum itu, dan barangsiapa yang kufur kepada Allah, dan malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir benar-benar ia telah sesat dengan kesetan yang jauh.” (QS. an-Nisa’ : 136).

Adapun mengenai takdir, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ketentuan” (QS. al-Qamar: 49).“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. al-Furqon: 2).

Apa yang disebutkan di atas dari pengertian aqidah secara syar’i merupakan pokok-pokok aqidah Islam yang dinamakan dengan Arkanul Iman (rukun-rukun iman) atau Al-Ushulusittah (dasar-dasar keimanan yang enam). Dari keenam pokok keimanan inilah akan bercabang semua masalah aqidah lainnya yang wajib diimani oleh setiap muslim baik berkaitan dengan hak-hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala, urusan akhirat maupun masalah-masalah ghaib lainnya.

Kedudukan dan Peran Aqidah dalam Islam

1. Aqidah merupakan misi pertama yang dibawa para rasul Allah.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. an-Nahl: 36).

2. Manusia diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku”. (QS. adz-Dzariyat: 56). Dan bahwasanya amal ibadah seseorang tidak diterima kecuali jika bersumber dari aqidah yang benar.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir lalu mengerjakan amal kebajikan maka bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka.”(QS. al-Baqarah: 62). “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan (pada nabi) sebelum kamu jika kamu berbuat ke syirikan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. az-Zumar: 65).

Dan Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa mengada-ada dalam urusan agama ini sesuatu yang baru yang bukan darinya, maka hal itu tertolak.”(HR. al-Bukhari).
Continue reading »