“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Siapa saja yang mengulur (memanjangkan) pakaiannya (celana, sarung atau jubah, red.) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan memandangnya (dengan pandangan rahmat) pada hari Kiamat.” Abu Bakar rasiyallallahu ‘anhu berkata, “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Sesungguhnya salah satu sisi dari kain sarungku turun (kadangkala melebihi mata kaki, red.), hanya saja aku berusaha menjaganya (supaya tidak turun melebihi mata kaki, red.). Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya dengan kesombongan.’”
TAKHRIJ HADIST:
Hadits ini diriwayatkan oleh sejumlah Ulama ahli hadits, di antaranya:
1. Imam al-bukhari rahimahullah dalam Jami’us Shahih 10/254 no.5784
2. Imam Abu Dawud rahimahullah dalam sunan Abi Dawud 4/56-57 no. 4085
3. Imam an-Nasa’i rahimahullah dalam al-Mujtabaa 8/206
4. Imam al-Humaidi rahimahullah dalam Musnad 2/288 no.649
5. Imam Ibnu Hibban rahimahullah dalam Shahihnya dan lain-lain.
PEMAHAMAN YANG BENAR TERHADAP HADITS:
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa saja yang mengulurkan” pada asalnya mencakup laki-laki dan perempuan dalam masalah ancaman hukuman yang disebutkan dalam hadits tersebut. Hal itu sebagaimana yang telah difahami oleh Umu Salamah (istri Nabi) radiyallahu ‘anha, dalam hadits Ibnu ‘Umar radiyallahu ‘anhuma.
Lalu apa yang harus diperbuat oleh wanita dengan ujung pakaiannya (bagian bawahnya)? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “hendaklah mereka menurunkannya satu jengkal.” Umu Salamah radiyallahu ‘anha berkata, Jadi terbuka (terlihat) kakinya?” Beliau berkata, “Julurkanlah satu depa, dan jangan lebih dari itu.”
Para Ulama telah ijma’ (sepakat) tentang bolehnya isbal bagi wanita, sebagaimana telah disebutkan. Jadi kesimpulannya bahwa ancaman ini berlaku hanya bagi laki-laki saja.
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah tidak memandangnya” maknanya adalah memandang secara hakikat (benar-benar memandang), sebagaimana yang difahami oleh madzhab salaf (ulama terdahulu).
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya salah satu sisi dari kain sarungku turun (kadangkala melebihi mata kaki, red)”, maksudnya salah satu bagian/sisi dari sarungnya turun, hal itu dikarenakan tubuh Abu Bakar radiyallahu ‘anhu yang kurus.
Sabda shallallahu ‘alaihi wasallam beliau, “Sesungguhnya kain sarungku kadang-kadang turun” riwayat ini menunjukkan bahwa beliau tidak memakai sarung seperti ini (turun melewati mata kaki), akan tetapi sarungnya itu yang turun dengan sendirinya. Oleh sebab itu Abu Bakar radiyallahu ‘anhu berkata, “Hanya saja aku berusaha menjaga hal itu darinya,”maksudnya menjaga agar tidak turun melewati mata kaki, ketika aku lalai.”
Abu Thayyib rahimahullah mengatakan tentang makna perkataan Abu Bakar radiyallahu ‘anhu, bahwasanya salah satu sisi dari sarung beliau turun apabila beliau bergerak untuk berjalan dan selainnya tanpa disengaja. Apabila beliau adalah orang yang menjaga pakaiannya (supaya tidak turun), maka pakaian beliau tidak pernah turun pada hakekatnya, karena setiap kali hampir turun (menjulur melebihi mata kaki) beliau menariknya keatas.”
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya dengan kesombongan.” Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dalam riwayat Zaid bin Arqam radiyallahu ‘anhu ‘Engkau bukan bagian dari mereka’ di dalamnya ada penjelasan bahwa barang siapa yang sarungnya (atau celananya) menjulur kebawah (melebihi mata kaki) tanpa disengaja tidak mengapa secara mutlak.”
Dan adapun Isbal (memanjangkan celana/ sarung melebihi mata kaki) tanpa disertai kesombongan adalah haram, ditinjau dari beberapa segi:
1. Sisi yang pertama, Ancaman Neraka bagi orang yang menjulurkan pakaiannya melebihi mata kaki (Isbal), walaupun tidak disertai sikap sombong. Sebagaimana hadits-hadits berikut ini
Continue reading »