May 112011
 

“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Siapa saja yang mengulur (memanjangkan) pakaiannya (celana, sarung atau jubah, red.) dengan kesombongan, maka Allah tidak akan memandangnya (dengan pandangan rahmat) pada hari Kiamat.” Abu Bakar rasiyallallahu ‘anhu berkata, “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Sesungguhnya salah satu sisi dari kain sarungku turun (kadangkala melebihi mata kaki, red.), hanya saja aku berusaha menjaganya (supaya tidak turun melebihi mata kaki, red.). Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya dengan kesombongan.’”

TAKHRIJ HADIST:

Hadits ini diriwayatkan oleh sejumlah Ulama ahli hadits, di antaranya:

1. Imam al-bukhari rahimahullah dalam Jami’us Shahih 10/254 no.5784

2. Imam Abu Dawud rahimahullah dalam sunan Abi Dawud 4/56-57 no. 4085

3. Imam an-Nasa’i rahimahullah dalam al-Mujtabaa 8/206

4. Imam al-Humaidi rahimahullah dalam Musnad 2/288 no.649

5. Imam Ibnu Hibban rahimahullah dalam Shahihnya dan lain-lain.

PEMAHAMAN YANG BENAR TERHADAP HADITS:

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa saja yang mengulurkan” pada asalnya mencakup laki-laki dan perempuan dalam masalah ancaman hukuman yang disebutkan dalam hadits tersebut. Hal itu sebagaimana yang telah difahami oleh Umu Salamah (istri Nabi) radiyallahu ‘anha, dalam hadits Ibnu ‘Umar radiyallahu ‘anhuma.

Lalu apa yang harus diperbuat oleh wanita dengan ujung pakaiannya (bagian bawahnya)? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “hendaklah mereka menurunkannya satu jengkal.” Umu Salamah radiyallahu ‘anha berkata, Jadi terbuka (terlihat) kakinya?” Beliau berkata, “Julurkanlah satu depa, dan jangan lebih dari itu.”

Para Ulama telah ijma’ (sepakat) tentang bolehnya isbal bagi wanita, sebagaimana telah disebutkan. Jadi kesimpulannya bahwa ancaman ini berlaku hanya bagi laki-laki saja.

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah tidak memandangnya” maknanya adalah memandang secara hakikat (benar-benar memandang), sebagaimana yang difahami oleh madzhab salaf (ulama terdahulu).

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya salah satu sisi dari kain sarungku turun (kadangkala melebihi mata kaki, red)”, maksudnya salah satu bagian/sisi dari sarungnya turun, hal itu dikarenakan tubuh Abu Bakar radiyallahu ‘anhu yang kurus.

Sabda shallallahu ‘alaihi wasallam beliau, “Sesungguhnya kain sarungku kadang-kadang turun” riwayat ini menunjukkan bahwa beliau tidak memakai sarung seperti ini (turun melewati mata kaki), akan tetapi sarungnya itu yang turun dengan sendirinya. Oleh sebab itu Abu Bakar radiyallahu ‘anhu berkata, “Hanya saja aku berusaha menjaga hal itu darinya,”maksudnya menjaga agar tidak turun melewati mata kaki, ketika aku lalai.”

Abu Thayyib rahimahullah mengatakan tentang makna perkataan Abu Bakar radiyallahu ‘anhu, bahwasanya salah satu sisi dari sarung beliau turun apabila beliau bergerak untuk berjalan dan selainnya tanpa disengaja. Apabila beliau adalah orang yang menjaga pakaiannya (supaya tidak turun), maka pakaian beliau tidak pernah turun pada hakekatnya, karena setiap kali hampir turun (menjulur melebihi mata kaki) beliau menariknya keatas.”

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya dengan kesombongan.” Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dalam riwayat Zaid bin Arqam radiyallahu ‘anhu ‘Engkau bukan bagian dari mereka’ di dalamnya ada penjelasan bahwa barang siapa yang sarungnya (atau celananya) menjulur kebawah (melebihi mata kaki) tanpa disengaja tidak mengapa secara mutlak.”

Dan adapun Isbal (memanjangkan celana/ sarung melebihi mata kaki) tanpa disertai kesombongan adalah haram, ditinjau dari beberapa segi:

1. Sisi yang pertama, Ancaman Neraka bagi orang yang menjulurkan pakaiannya melebihi mata kaki (Isbal), walaupun tidak disertai sikap sombong. Sebagaimana hadits-hadits berikut ini

a.Dari Abu Dzar radiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga golongan yang Allah tidak akan mengajaknya bicara pada hari Kiamat, tidak melihat mereka, tidak mensucikan mereka dan bagi mereka azab yang pedih”. Maka beliau mengucapkannya tiga kali, lalu Abu Dzar radiyallahu ‘anhu berkata, “Rugi dan binasalah mereka, siapa mereka wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?’Beliau menjawab, “(mereka adalah) orang yang menjulurkan sarung/ celananya (isbal), orang yang sering mengungkut-ungkit pemberian, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.’”(HR. Muslim dan selainnya)

b. Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Apa-apa yang di bawah mata kaki dari sarung/cela-na kalian, maka (pelakunya) berada di neraka.”(HR. al-Bukhari)

c. Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sarung (celana) seorang mukmin adalah sampai otot betisnya, kemudian (kalau tidak mampu) sampai setengah betis, kemudian sampai mata kakinya. Maka apa-apa yang berada di bawah itu (dari pakaianmu), berada di nereka”.(HR. Ahmad dan sanadnya shahih)

2. Sisi yang kedua, Perintah untuk meninggikan/ mengangkat pakaian. Telah datang perintah untuk meninggikan pakaian dalam riwayat ‘Abdur Razaq di dalam kitab beliau “al-Mushanaf” dan Imam Ahmad rahimahullahdi dalam “Musnad”. Nabi telah memerintahkan dalam riwayat tersebut ‘Abdullah bin ‘Umar radiyallahu ‘anhuma untuk menaikkan pakaiannya (di atas mata kaki), dan kaidah usul fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari sebuah perintah adalah menunjukkan kewajiban.

3. Sisi yang ketiga, Larangan Isbal adalah mutlak (tidak muqayyad) atau tidak ada pembatasan. Dan hukum asal dalam larangan adalah menunjukkan keharaman.

Hal tersebut ditunjukkan dari banyaknya redaksi hadits tentang larangan dan pengingkaran terhadapnya, baik berupa ucapan maupun perbuatan dan bahkan dengan ungkapan yang keras. Tidak ada yang lebih jelas menunjukkan tentang keharaman Isbal secara mutlak melebihi hadits-hadits ini.”

4. Sisi yang keempat, Sesungguhnya kita diperintahkan untuk meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam ayat 21 surat al-Ahzab, ayat 7 surat al-Hasyr. Dan Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu waTa’ala, artinya, “Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman:»Kalau sekiranya dia (al-Qur’an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya.Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka berkata, ‘Ini adalah dusta yang lama’”. (QS. al-Ahqaaf: 11)

Beliau berkata, “Dan adapun Ahli Sunnah wal Jama’ah, maka mereka berkata tentang perbuatan dan ucapan yang tidak ada riwayatnya dari para Shahabatg, “Itu adalah perbuatan bid’ah, karena seandainya hal itu baik, pasti mereka (para Shahabat) telah mendahului kita dalam melakukannya, karena mereka tidak-lah membiarkan satu perkara kebaikan pun, melainkan mereka telah bersegera untuk melakukannya.

Inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah manusia paling bertaqwa, dan paling jauh dari sikap sombong, beliau tawadhu’ (rendah hati), dan memendekkan pakaiannya (tidak isbal), dan beliau takut memiliki sikap ujub dan sombong. Maka apakah orang-orang yang mengira bahwa larangan isbal hanyalah ketika diikuti rasa kesombongan, bukan mencontoh beliau?! Atau apakah mereka lebih tawadhu’ melebihi Rasulullah n!!

5. Sisi yang Kelima, Sesungguhnya memanjangkan celana (melebihi mata kaki), kemungkinan besar menimbulkan kesombongan, dan menjadi pendorong untuk sombong. Dan syari’at Islam datang untuk menutup segala pintu yang dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan yang diharamkan, dan bahwasanya hukum sarana seperti hukum tujuan. Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari (10/264), “Sesungguhnya Isbal mengharuskan seseorang menarik pakaiannya (karena terlalu panjang), dan menarik pakaian secara otomatis menjadikan seseorang sombong, walaupun dia tidak bermaksud sombong”. Hal itu diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma dan sanadnya sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Berhati-hatilah kalian dari menarik sarung (karena terlalu panjang melebihi mata kaki), karena menarik sarung termasuk kesombongan”. (HR. Abu Dawud, Ahmad dll)

6.Sisi yang Keenam, Sesungguhnya isbal adalah bentuk tasyabbuh (meniru) perbuatan kaum wanita, karena kaum wanita diperintahkan untuk memanjangkan pakaiannya supaya menutup kakinya (sampai telapak kaki sekalipun) sebagaiman adalam kisah Umi Salamah radiyallahu ‘anha.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kecocokan (kemiripan) dalam penampilan luar, mendorong untuk menirunya dalam masalah perilaku dan kebiasaan dan ini yang ditunjukkan oleh akal, panca indera dan syari’at. Oleh karena itu Syari’at Islam datang melarang tasyabuh (meniru) segala sesuatu yang kurang, seperti meniru binatang, orang-orang musyrik, syaitan, orang arab badui, dan wanita”. Wallahu a’lam.

Oleh Ust. Abu Yusuf Sujono

sumber : http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=577

  One Response to “Hukum Isbal meskipun tanpa sombong”

  1. Sebagai perbandingan, contoh tulisan yang menjelaskn isbal tanpa sombong hukumnya mubah; http://abuhauramuafa.wordpress.com/2012/04/06/hukum-isbal-dalam-islam/

Sorry, the comment form is closed at this time.