May 112011
 

Semua orang yang berakal sehat tentu sepakat kalau penyimpangan terhadap hal apapun adalah sesuatu yang negatif dan tidak dapat dibenarkan. Apalagi kalau penyimpangan tersebut terjadi terhadap hal-hal yang prinsip seperti penyimpangan terhadap akidah (baca: akidah Islam yang benar, pen.)

Di negri kita penyimpangan akidah bukanlah persoalan dan kasus baru yang kita jumpai. Bahkan ia telah ada sejak negri ini merebut kemerdekaannya dan terbebas dari belenggu penjajahan. Seperti masuknya faham dan ajaran (komunis atheis) yang disisipkan oleh partai yang saat itu legal bahkan sempat memiliki masa yang cukup diperhitungkan (baca: PKI, pen.). Tapi tampaknya penyimpangan terhadap akidah akan terus berlangsung sampai kapan pun dalam negri kita, bahkan ia akan menjadi persoalan atau kasus yang akhirnya dianggap biasa dan sah-sah saja, hingga tidak peduli jika mereka atau keluarga mereka sendiri telah masuk dan terjerumus ke dalam lembah kesesatan tersebut. Dan belakangan ini kita saksikan banyak sekali bermunculan aliran-aliran sesat dan menyesatkan yang sangat meresahkan umat dan menodai ajaran Islam serta merusak akidah yang benar, seperti kasus nabi palsu; Lia Eden, al-Qiyadah al-Islamiyah, dan baru-baru ini kasus lama yang muncul kembali yakni kasus kelompok dan ajaran sesat Ahmadiyah yang menimbulkan pro-kontra di antara umat Islam bahkan sampai menyebabkan terjadinya insiden Monas yang sangat miris dan sangat disayangkan karena faktanya pertikaian yang terjadi adalah antara umat Islam itu sendiri. Padahal faham dan ajaran yang dianut oleh kelompok ini jelas-jelas telah menodai ajaran Islam dan menyimpang dari akidah Islam yang benar, tapi anehnya masih saja ada sebagian umat Islam dan tokoh-tokoh Islam yang turut membela dan memperjuangkannya. -Allah yahdihim- dan ironisnya ternyata sebagian umat Islam/ ormas Islam yang mendukung aksi penolakan dibubarkannya Ahmadiyah disinyalir mendapat sokongan dana dari agen yahudi (yang membawa misi zionisme).

Perlu kita ketahui bahwa penyimpangan terhadap akidah dalam Islam merupakan persoalan yang sangat besar dan tidak dapat dianggap sepele karena dapat menyebabkan para pelakunya dan orang-orang yang mendukung berlangsungnya penyimpangan terhadapnya keluar dari agama Islam itu sendiri (baca: murtad, pen.).

Akidah (baca: Akidah yang shahih, pen.) dalam Islam merupakan perkara yang sangat menentukan kehidupan dan kebahagian seseorang di dunia dan terlebih di akhirat kelak. Karena Akidah yang shahih merupakan landasan/ asas agama Islam dan menjadi syarat mutlak sah dan diterimanya amal yang dilakukan oleh seorang muslim. Dan manusia tanpa akidah yang benar akan selalu dihantui dan menjadi mangsa keragu-raguan yang akan menutup pandangannya untuk menggapai kebahagian hidup yang hakiki dan sebaliknya dia akan menjalani kehidupan yang sempit lagi menyiksa meskipun ia hidup bergelimangan harta dan memiliki fasilitas-fasilitas hidup yang serba mewah.

Hal ini menunjukkan betapa penting dan wajibnya bagi setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajari hal-hal tentang akidah yang shahih. Dan juga tak kalah pentingnya bagi mereka perlunya mengetahui sebab-sebab yang menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam penyimpangan akidah yang benar tersebut dan bagaimana cara menanggulanginya.

Sebab-sebab terjadinya penyimpangan terhadap akidah yang shahih:

* Minimnya pengetahuan seseorang tentang akidah yang benar.

Hal ini disebabkan karena keengganan mereka untuk mempelajarinya. Begitu juga kurangnya perhatian mereka terhadap akidah, akibatnya tumbuhlah generasi yang tidak mengerti akidah yang benar dan mana aqidah yang sesat. Sehingga mereka pun meyakini yang hak (benar) itu sebagai sesuatu yang batil dan yang batil itu dianggap sebagai yang hak. Sebagaimana Umar bin khattab radhiallahu Allah Subhaanahu Wata’aala Allah Subhaanahu Wata’aala Allah Subhaanahu Wata’aala ‘anhu berkata, “Sesungguhnya ikatan Islam akan terlepas/ hancur satu demi satu, apabila di dalam Islam tumbuh orang yang tidak mengenal kejahiliyahan.”

* Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari orang tua dan nenek moyangnya, meskipun hal itu batil dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu adalah benar.

Sebagaimana yang difirmankan Allah subhanahu wata’ala, artinya, ”Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa telah kami dapati dari (perbuatan) nenek-moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walau pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. al-Baqarah: 170).

* Taqlid buta (ikut-ikutan secara buta). Yaitu dengan mengambil pendapat manusia sebagai hujjah dan sumber dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa meneliti seberapa jauh kebenarannya.

Sebagaimana fenomena yang terjadi saat ini banyak kaum muslimin yang bertaqlid kepada para ulama sesat, sehingga mereka pun menjadi sesat dan menyimpang dari aqidah yang shahih (benar).

* Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, dan mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya dengan meyakini pada diri mereka terdapat sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah subhanahu wata’ala, seperti mampu mendatangkan kemanfaatan dan menolak kemudharatan (malapetaka).

Serta menjadikan mereka sebagai perantara antara Allah subhanahu wata’ala dan makhluk-Nya, sehingga mereka pun akhirnya menyembah para wali/ orang-orang shalih tersebut selain Allah subhanahu wata’ala. Dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada kuburan mereka dengan menyembelih hewan qurban, nadzar, do’a, dan meminta pertolongan di sana. Sebagaimana yang terjadi pada para penyembah kuburan di berbagai negri sekarang ini. (Lihat: Az-Zumar: 3)

* Ghaflah (lalai) dalam merenungi ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an (ayat-ayat Qur’aniyah).

Dan terbuai dalam pengagungan terhadap teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi dan jerih payah manusia semata. Mereka lupa dan tidak berpikir siapa yang telah menciptakan mereka dan yang telah memberikan mereka keahlian dan kecerdasan sehingga mampu berkreasi ini dan sebagainya. Sebagaimana kesombongan Qarun yang dikisahkan Allah subhanahu wata’ala di dalam firman-Nya, artinya, “Sesungguhnya aku hanya dikaruniai harta itu, karena ilmu (kecerdasan) yang ada padaku.” (QS. al-Qashash: 78). Dan sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala yang lainnya, artinya, “Padahal Allah lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. ash-Shaffat: 96). Dan firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala yang diciptakan Allah,…” (QS. al-A’raf: 185).

* Orang tua yang menyimpang dari Akidah yang benar.

Sehingga anak-anak mereka pun terdidik dan terbimbing dalam pendidikan dan bimbingan yang menyimpang pula. Dan akhirnya mereka tumbuh menjadi anak-anak yang tidak mengerti aqidah yang benar. Ini menunjukkan betapa besarnya peranan orang tua dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhari).

* Kurangnya perhatian Media/ sarana informasi dan pendidikan terhadap pendidikan agama Islam khususnya dalam masalah penanaman akidah yang benar dan pelurusan moral manusia serta memerangi pemikiran-pemikiran/ aliran-aliran yang menyimpang.

Bahkan sebagian besar tidak peduli sama sekali. Yang tampak saat ini kontribusi yang diberikan adalah sebagai sarana perusak dan penghancur moral dan akidah umat Islam.

Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan terhadap Akidah.

Di antara cara-cara menanggulangi penyimpangan di atas sebagai berikut:

* Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam di dalam mempelajari Akidah yang benar.

Sebagaimana para Salaf Shalih mengambil dan mempelajari akidah mereka dari keduanya. Begitu juga dengan mengaji aqidah golongan-golongan/ aliran-aliran sesat dan mengenal syubhat (kerancuan/ penyimpangan) mereka, untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa saja yang tidak mengenal keburukan/ kejahatan, ia dikhawatirkan terjerumus ke dalamnya, tanpa ia sadari.

* Memberi perhatian pada pengajaran akidah yang benar, akidah as-Salaf ash-Shalih di berbagai jenjang pendidikan dan memberi jam pelajaran yang cukup pada materi tersebut.

* Menentukan dan menetapkan kitab-kitab Ahlus Sunnah yang bersih dan murni sebagai materi pelajaran dan menjauhi kitab-kitab aliran/ kelompok sesat.

* Menyebar atau mengutus para da’i Ahlus Sunnah untuk menjelaskan akidah yang benar kepada umat Islam serta mampu menjawab tantangan dan persoalan-persoalan mereka dan menolak akidah yang menyimpang lagi menyesatkan.

oleh:(Abu Nabiel Muhammad Ruliyandi)

Sumber: “At-Tauhid Li Shaffi al-Awwal al-‘Aliy.”, DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.

sumber : http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=488

Sorry, the comment form is closed at this time.